OASE ISTIMEWA DARI “NEGERI 5 MENARA” YANG BISA BUAT KAMU JADI PECINTA BUKU

Gambar
Buku adalah jendela dunia, begitu kalimat yang sering kita dengar dan banyak digaungkan. Bukankah seru rasanaya saat melihat tumpukan buku yang beragam warnanya dan kita bisa menjelajah dunia dengan jendela-jendela itu. Ya walaupun hanya sekadar mengintip dari bilik jendelanya saja. Walaupun sudah diberikan gambaran kalau buku merupkan jendela dunia tapi kalau kita tidak memiliki kunci jendelanya, atau tidak mengetahui cara membuka jendelanya maka sama saja dasarnya kita gagal menjelajah dunia. Dan tahukah kamu apakah kunci dari jendela itu? Kuncinya adalah membaca. Ya kunci yang simple dan ringan, namun selalu sulit dilakukan dengan ragam alasannya. Membaca itu juga didasarkan pada kebutuhan individu, apa yang sedang benar-benar dibutuhkan untuk tambahan informasi yang sedang dicarinya, berbicara tentang dunia buku dan baca kita kanmenjumpai ragam orang dengan karakter yang berbeda. Ada yang tipe membaca semua buku, tak memiliki kriteria khusus dalam memilih buku, tipe ini sudah t...

Menjalin Indonesia di Tanah Batak



Indonesia yang penuh dengan warna dan rupa adalah Indonesia yang kita lihat dengan kacamata surga. Indonesia memiliki segala hal yang kita butuhkan meski terkadang kita tidak memiliki kemampuan untuk memberdayakannya menjadi lapang. Bukan salah Indonesia jika kondisi di dalamnya tidak baik-baik saja, bukan salah Indonesia jika pada tahun-tahun yang sulit masih diterpa banyak bencana, bukan salah Indonesia juga jika banyak kasus yang tak sempat diusut tuntas. Menepi dari hiruk pikuk yang menyesakkan Indonesia mari kita berlayar pada kapal yang nahkodanya adalah hati nurani, dan teropongnya adalah kaca mata kebaikan.

Sebagai seorang pemuda Indonesia yang bersuku jawa dan dibesarkan di tanah batak, dikelilingi oleh kehidupan yang heterogen, ternyata tidak serta-merta membuat saya memahami arti perbedaan itu. Benar saja, kadang tidak bisa menepiskan rasa dalam diri untuk tidak membandingkan diri dengan teman-teman yang lain dalam keanggunanan rupanya, tutur katanya, kemampuan berbudayanya.

Ini adalah sebuah perjalanan memaknai perbedaan itu, ketakutan untuk membuka diri di lingkungan yang baru kadang sering menghantui, bagaimana kebudayaan di daerah tersebut bisa selaras dengan kita menjadi penguat besar rasa menutup diri itu. Aku sering membaca buku tentang kebhinekaan, tentang bagaimana keindahan berbaur dengan kebudayaan baru, dan melihat langsung warna Indonesia itu, tapi merasakan kebhinekaan itu secara lebih dekat akan memberikan makna yang berbeda.

Hingga pada bulan April 2021 lalu, aku memberanikan diri untuk mengikuti ajang pemilihan Duta Bahasa Sumatera Utara Tahun 2021. Memiliki kemampuan 3 bahasa (bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing) menjadi tantangan tersendiri pada awal pendaftaran. Agaknya diri ini tidak terlalu mahir dalam berbahasa daerah. Tenang saja, kali ini aku tidak akan bercerita bagaimana proses pemilihan itu tapi aku ingin berbagi makna dari perjalanan panjang menggenggam makna kebersamaan itu.

Memaknai Kemerdekaan Di Panggung Semifinal Duta Bahasa Provinsi Sumatera Utara

            Sesi menampilkan bakat adalah rangkaian seleksi tersebut, dengan kemampuan yang cukup standart sangat sulit untuk menampilkan bakat yang khas dan unik. Tidak memiliki suara yang bagus, pengetahuan yang buruk dalam memainkan alat musik menjadikan ‘monolog’ adalah pilihan terakhir untuk menampilakn bakat tersebut. Satu hari menjelang penampilan diriku bahkan masih sempat mengganti konsep monolog, dan waktu berlatih hanya sempat dilakukan saat jam 2 Pagi sebelum keberangkatan menuju Balai Bahasa. Satu value yang saat itu menguatkanku adalah lebih baik mempersembahkan sebuah penampilan yang membuat dewan juri terkenang akan makna kemerdekaan, maka jikapun aku gagal tidak akan ada penyesalan karena tujuan dari semua ini adalah penyampaian makna.

Membawakan drama monolog “Apakah Kita Sudah Merdeka? Karya Putu Wijaya” memebrikan energy yang luar biasa, bahkan masih sangat tergambar di dalam benakku saat berdiri di atas panggung dan memainkan peran layaknya seorang veteran yang merasa bangga bahwa ia pernah berdiri di barisan paling depan untuk sebuah usaha mewujudkan Indonesia merdeka.

Merdeka bukan muluk-muluk soal  perayaan hari besar Indonesia, merdeka bukan sebuah pemandangan kebahagiaan wajah Indonesia yang tersenyum. Makna merdeka lebih dalam sekaligus lebih ringan dari pada itu.

Merdeka juga bukan memperkaya diri setelah bangkit dari kemiskinan, merdeka bukan berarti Indonesia tak layak diperjuangkan lagi. Makna merdeka lebih dalam sekaligus lebih kecil dari pada itu.

“Apakah kamu paham, le? (bentak kakek veteran itu)

“Tidak, kek.” (jawab cucu laki-lakinya).

Itulah makna merdeka, saat kamu berani mengatakan “Tidak” meski ditengah tekanan situasi. Kamu tetap berdiri di atas keyakinanmu, jujur terhadap dirimu, dan membuka kesempatan pengetahuan menghampirimu. Inilah makna merdeka yang tak pernah kudapati sebelumnya di bangku sekolah, di pelataran rumah-rumah, di antara nasehat ibu dan bapak. Tak kudapati makna merdeka sedemikian itu. Pada panggung semifinal duta bahasa, aku mendapat satu khazanah baru tentang merajut Indonesia dengan makna merdeka yang baru dan tulus dari sebuah drama yang diperankan.

Penampilan Bakat Drama Monolog

Tabularasa, Bahasa, Dan Persatuan Indonesia

Menjadi seorang negarawan yang baik adalah mereka yang mencintai Indonesia layaknya mencintai diri mereka sendiri. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik ternyata juga termasuk salah satu cara untuk meninggikan Indonesia.akan terasa maknanya jika kita menasehati orang lain dengan bahasayang buruk atau dengan dengan bahasa Indonesia yang baik. Wajah Indonesia melalui bahasanya adalah wajah yang sangat rupawan. Melestarikan bahasa Indonesia yang baik dan benar saat ini menjadi tanggungjawab kita. Jika kita mengenang para pendiri bangsa ini mereka memiliki kemampuan bahasa yang baik dan santun meski dalam situasi yang diplomatis.

Penyampaian orasi satu menit tentang Memartabatkan Bangsa Memuliakan Bahasa

Merajut Rasa Kebhinekaan Di Panggung Final Duta Bahasa

Pada proses pemilihan panjang tersebut sampailah diri ini pada tahap final dan malam puncak, tak pernah terpikirkan sebelumnya bisa bertahan pada tahap tersebut. Mengenal teman-teman yag berasal dari latarbelakang budaya yang berbeda membuat rajutan kebhinekaan menjadi semakin terasa. Mulai dari suku banjar, suku minang, suku melayu, suku batak, suku karo, suku jawa, hingga latar belakang keluarga aceh namun besar di tanah batak juga. Perjalanan yang paling seru adalah saat memberikan penjelasan dalam bahasa daerah masing-masing. Seakan-akan kita bisa melihat wajah Indonesia yang beragam di tanah batak ini.

Penampilan bakat dengan mengusung tema kearifan budaya indonesia

Saat malam puncak final duta bahasa, setiap finalis diminta untuk menunjukkan bakatnya dalam bentuk yang sedemikian rupa. Kami menampilkan bakat dengan mengusung nilai kebudayaan dan keragaman Indonesia. Panggung yang cahayanya saja sudah membuat kita terpana ditambah dengan penampilan bakat yang memesona ini menciptakan ragam warna budaya yang sama sekali tak bisa dibandingkan keindahannya, setiap budaya yang diangkat memiliki ciri khas tersendiri. Ada yang membawakan tarian aceh, tarian minang, ada yang menampilkan tarian sigale-gale dari Tapanuli Utara yang menyihir penonton dengan kekentalan budayanya, ada yang membawakan syair melayu dengan keindahan suaranya, benar-benar membuat terpanan siapapun yang menyaksikan dan mendengarkannya.

Ada juga penampilan yang dikonsep dengan sangat sederhana namun makna yang disampaikan sangat dalam, yaitu tarian para nelayan yang menggunakan bubuh penangkap ikan dari daerah pesisir Serdang Bedagai.

Saat menyadari bahwa aku berada di tengah-tengah rajutan kebhinekaan itu perlahan berdesir dalam hati dan jiwa betapa bangganya terlahir di tanah surga ini, betapa beruntungnya bisa menjalin langsung makna keragaman Indonesia. Ah iya, saat di panggung final diriku menampilkan bakat drama monolog tentang pembebasan palestina, aku mengangkat tentang nilai kemanusian dan nilai persaudaraan bukan nilai SARA yang sering digaungkan. Dalam drama monolog tersebut diriku ingin menyampaikan pesan bahwa di tengah hiruk pikuk kesibukan yang kita jalani, di tengah kebahagian yang tengah melanda hati ternyata kita perlu menyisihkan sedikit rasa kemanusian kita melihat peristiwa-peristiwa yang ada, tidak menutup mata atau bahkan menutup telinga.

Pada setiap perbedaan warna yang terlukis pada kita, ternyata di sana terdapat ribuan makna yang bisa menyatukan kita menjadi kebersamaan yang saling menguatkan dan membentuk sebuah warna yang sangat kuat dan kontras yaitu makna persatuan.

Persembahan tarian pembuka acara dari seluruh finalis

Dari Anak Muda Untuk Indonesia

Siapakah sebenarnya Indonesia itu? Seakan dijadikan sebagai subjek sekaligus objek. Indonesia adalah sebuah makna persatuan, Indonesia adalah sebuah makna yang menyatukan perbedaan, Indonesia adalah sebuah rasa memiliki untuk melindungi satu sama lain karena kita berasal dari sejarah bangsa yang sama. Begitulah, kita menyebutnya Indonesia. Bukan hanya sekadar sebuah Negara yang kita jadikan rumah, tapi sebuah Negara yang di dalamnya kita sedang membangun peradaban untuk tetap bersatu.

Tak afdal rasanya memang saat kita ingin menelaah sebuah makna tanpa pernah merasakan sendiri bagaimana penemuan makna tersebut merekonstruksi diri kita melebus ke dalamnya. Pemaknaan merdeka setiap orang tentu akan berbeda berdasarkan pengalamannya, begitupun mengenai rasa kebhinekaan di Indonesia, namun bukan berarti kita menutup diri untuk banyak belajar hal baru tentang hal yang ingin kita pelajari.

Indonesia adalah rumah kita, rumah yang gemah ripah loh jinawi, pada kandungnya saripati kita dibesarkan. Pada permukaannya Tuhan gambarkan bagaimana surga itu. Jika kita menganggap Jakarta itu sesak mungkin kita perlu sesekali melihat pedesaannya, pegunungannya, pantainya adalah surga tersembunyi yang disiapkan untuk mereka yang lelah.

Mari kita memandang Indonesia dengan keindahannya, keragamannya yang menyatukan, kebersamaannya yang menguatkan, dengan nilai gotong royong yang menjadi dasarnya. Jika kita mengingat kembali nilai-nilai ini, maka perjalanan menuju Indonesia baik, Indonesia emas bukan angan-angan semata. Wajah Indonesia ada di wajah masyarakatnya. Selamat menjalin Indonesia di manapun kamu berada.

 “Ini cara saya untuk merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman. Bagaimana cara kamu? Kabarkan/sebarkan pesan baik untuk MERAWAT kebersamaan, toleransi, dan keberagaman kamu dengan mengikuti lomba “Indonesia Baik” yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini .”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LIKA-LIKU PERJALAN SKINCARE UNTUK KULIT KERING VERSI ASA

PUISI AKSARAMAYA PADA MASANYA

Berani Mengambil Resiko atau Ingin Lari dari Permasalahan?