OASE ISTIMEWA DARI “NEGERI 5 MENARA” YANG BISA BUAT KAMU JADI PECINTA BUKU

Zaman
sekarang ini pada kawula muda, golongan tua kata ‘healing’ udah gak
asing banget. Bahkan selalu dijadikan kata rujukan yang wajib ada saat hati
sedang gundah. Pasti kamu pernah bilang gini juga kan? “Ya Allah, butuh healing
banget, penat dengan kerjaan”. Ya kalau pernah, kita sama juga kok. Jadi ada
satu waktu saya melihat story temen yang seperti tidak terlalu suka kalau kata
healing digunakan sebagai representasi butuh hiburan saat lelah. Jadi ia mengutip
pendapat bahwa sebenarnya kata healing itu harusnya digunakan pada pasien yang
benar-benar butuh pengobatan mental, jadi agak kurang tepat kalau kini
digunakan sebagai gambaran ingin melakukan kunjungan rileksasi ke tempat wisata
saja. Jujurly awal baca itu kepala saya langsung ingin demo dengan
menghidupkan pikiran-pokiran yang ada di kepala saya kalau makna healing
ya bisa saja berbeda sesuai konteksnya, dan harusnya merepresentasikan juga
jiwa-jiwa yang yang sedang terguncang dengan hiruk pikuk duniawi. Tapi saya
pikir pikiran itu terlalu kolot kalau saya yang tanpa ilmu itu merespon story
teman tersebut dengan bantahan agak kurang setuju. Itulah secuil kesan saya
tentang proses peng-healing-an.
Lalu,
pada 14 Desember 2022 yang lalu saat memiliki waktu lapang saat memaksakan diri
mengikuti Live Streaming yang dilaksanakan di Youtobe Chanel Berita KBR
dengan tema “Chilling – Healing Bagi Penderita Oypmk, Perlukah?”. Ada dua
pemateri yang menjadi narasumber, Mbak Dona yang merupakan Executive Director
Institute of Women Empowerment (IWE) sebuah gerakan yang fokus pada
permasalahan perempuan dan kaum marjinal dan Mas Ardiansyah, seorang OYPMK yang
telah sembuh dan kini menjabat sebagai WK Konsorsium Pelita Indonesia yaitu
sebuah lembaga peduli dan pemerhati kaum disabilitas dan kusta. waktu webinar
ini dilaksanakan selama satu jam, waktu yang terlalu singkat untuk memahami
sebuah fenomena khas dan menyentuh hati tentang dunia kecil para disabilitas
dan OYPMK (Orang Yang Pernah Menderita Kusta).
Ini adalah beberapa insight
yang saya rangkum selama webinar berlangsung. Stigma masyarakat terhadap
penderita kusta masih sangat mengerikan, dikucilkan, dikerdilkan dan dianggap
sebagai penyakit kutukan dari Tuhan Yang Maha Esa. Itulah KBR dan NLR Indonesia
saya lihat selalu konsisten menyuarakan isu ini dan selalu mengedukasi tentang
penyakit Kusta. Ini adalah penjelasan yang saya kutip dari Klik Dokter “Kusta atau lepra adalah penyakit infeksi kronis akibat
bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit tersebut utamanya menyerang saraf tepi (perifer),
kulit, mukosa saluran pernapasan atas, serta mata. Dahulu, penyakit ini sempat
menjadi salah satu penyakit yang sangat ditakuti. Namun, saat ini diketahui
kusta tidaklah menular dengan mudah dan sudah ada pengobatan yang efektif.”. yang diperlukan penderita adalah
dukungan bukan cacian yang menyudutkan.
Maka menjadi beban mental dan moral
yang sangat besar untuk OYPMK bisa bangkit dan terjun kembali ke masyarakat,
Mas Adiansyah memberikan tip dan langkah menghadapi hal ini, dan tentunya ilmu
ini juga harus diketahui oleh orang banyak bukan hanya penderita saja;
1. Proses
penerimaan diri
Akan sangat sulit bagi penderita untuk bisa
sembuh jika belum bisa menerima keadaan diri sendiri. Maka harus menguatkan
diri sendiri bahwa penyakit itu ada pada dirinya dan bisa disembuhkan. Kekuatan
dari dalam diri sendiri akan terpancar sebagai bekal awal pengobatan.
2. Berpikir
postif, atas semua hal negatif yang datang pada diri sendiri memang sangat
berat, namun ada pilihan untuk menjadikannya sebagai asupan positif dalam
hidup, melakukan hal-hal yang disenangi.
3. Semangat menjalani
hidup, setelah apa yang menimpa diri, kehidupan masih berlanjut selama kita
berusaha bertahan di dalamnya.
4. Penderita
selalu butuh dukungan, dukungan moral dan bantuan sangat membantu memberikan
kekuatan kepada penderita, dan mengakui bahwa penderita bukanlah bersalah atas
penyakitnya melainkan harus diberikan support bahwa mereka juga mampu untuk
sembuh.
Ada beberapa
metode pemulihan (healing) dan pemulihan diri yang disampaikan oleh Mbak Dona bagi para penderita, yaitu
dilihat melalui dimensi mana yang paling dekat dan berpengaruh pada penderit; Dimensi
Fisik, Dimensi Religi/Spiritual, Dimensi Psikis, Dimensi Hubungan/Relasi
dan Dimensi Lingkungan.
Dimensi fisik yaitu pengobatan yang dilakukan secara berkala dan komprehensif tentang kondisi fisik penderita. Dimensi psikis, pendekatan pada kesadaran mental penderita akibat stigma dan respon masyarakat terhadap penyakitnya. Dimensi Spiritual dilakukan dengan pendekatan hubungan dengan keyakinan OYPMK sehingga dapat menyentuh relung hatinya memancarkan rasa kepercayaan diri untuk pulih. Dimensi hubungan atau relasi berhubungan dengan dukungan dari keluarga, kerabat dan orang-orang yang mampu memberikan dorongan untuk bangkit kepada OYPMK. terakhir adalah Dimensi Lingkungan yang turut mengambil andil besar adalah lingkungan yang sudah memahami bagaimana kondisi penderita dan lingkungan yang ramah terhadap kaum disabilitas dan golongan OYPMK ini.
Makna healing
bagi penderita juga bisa digambarkan menjadi 2 hal yaitu dalam bentuk statis
dan dinamis. Statis, saat penyembuhan yang dilakukan berasal dari salam diri
sendiri, penguatan kekuatan bahwa memiliki peluang untuk sembuh. Dan dinamis,
penyembuhan yang memerlukan bantuan dari banyak orang dan lembaga pemerhati dan
haru sjuga disesuaikan dengan kondisi penderita, karena penangan yang tepat
benar dan menguatkan mereka bahwa juga memiliki daya yang sama dengan manusi
lain pada umumnya.
Ada kalimat dari Mbak Dona yang menjadi favoritku banget yaitu bahwa
Seharusnya kita bisa melihat golongan disabilitas dan kaum marjinal lainnya sebagai kaum yang dapat berdaya, bukan hanya menganggap mereka sebagai sasaran kegiatan charity semata.
Aku
merasa kalimat Mbak Dona terebut lahir dari hati nurani yang melihat kaum
marjinal sebagai bagian utuh yang memiliki daya lebih.
saya masih mencari celah untuk mengerti maksud chilling healing, hehe. kalau kata healing sih tentu sudah paham. and yess saya setuju terkait kata healing memang bisa digunakan untuk apa saja tergantung konteksnya. tapi, memang benar juga kalau kata healing awalnya digunakan sebagai istilah medis untuk mereka yang memiliki permasalahan terkait trauma psikologis dan didampingi para ahli. Bicara soal healing, saya raca cukup berat proses yang harus dilalui oleh teman disabilitas dan OYMPK. karena dorongannya bukan hanya dari dalam diri melainkan juga dari luar. Terlebih karena masih ada stigma yang melekat kepada teman-teman kita ini. acara seperti KBR ini saya acungi jempol dan semoga bisa terus diadakan, agar seluruh masatarakat indonesia tidak lagi memiliki pemikiran yang kurang tepat terhadap kusta dan oympk.
BalasHapusBelajar istilah baru, oypmk. Saudara saudara kita penyandang kusta hanya terbatas secara fisik, bukan ide dan kreativitas. Mereka layak diberi temoat dan kesempatan untuk berkarya mengembangkan kemandirian.
BalasHapus